🦚

Surat Terbuka untuk Barang-barangku yang Hilang

Pertama-tama, apa kabar?

Semoga kalian menemukan kenyamanan di rumah baru masing-masing yang aku pun tidak tahu keberadaannya, karena kalian hilang. Orang bilang, Tuhan tidak pernah memberikan cobaan di luar kemampuan hambanya. Tapi aku tidak tahu apakah aku masih mampu bertahan kalau harus kehilangan satu barang lagi.

Bagaimana sepasang kaki yang kini mengenakanmu, Sandal Jepit Coklat Tanpa Merek? Apakah kamu terkejut ketika sepasang kaki yang menginjakmu pulang dari Masjid Agung Malang selepas jumatan itu terasa asing? Apakah kamu mengutuknya, sama sepertiku yang menghabiskan satu jam mondar-mandir mencari keberadaanmu tanpa hasil — dan malu sebab banyak pasang mata yang seakan berbisik, “Wah sendalnya ilang ni pasti.”

Tahukah kamu, untuk berdamai dengan rasa kehilangan itu aku melakukan suatu tabiat atas bisikan Iblis? Benar, sepasang sandal Swallow warna ungu yang kondisinya sedikit memprihatinkan buru-buru aku culik sebagai ganti kehilanganmu. Apakah itu salah? Tentu, tapi biar aku katakan, rasa bersalah itu bahkan tidak mencapai sepersemiliar dari rasa benciku terhadap orang yang mengambilmu.

Sudah bertahun-tahun kita saling melengkapi, namun semuanya harus berakhir di kota yang bahkan baru pertama kali kita datangi itu. Seandainya kita dipertemukan sekali lagi saja, aku ingin bertanya, sebenarnya di mana tempatmu dijual? Aku tidak ingat telah membelimu di mana, dan usahaku berselancar di berbagai lokapasar pun masih nihil.

Lalu, bagaimana denganmu, Dompet Coklat yang Aku Lupa Mereknya? Pertemuan kita memang belum lama sampai akhirnya aku kehilanganmu — atau lebih tepatnya, menjatuhkanmu. Ingatkah kamu terakhir kalinya aku mengeluarkanmu untuk membeli baso tahu di Bandung yang per satuannya dihargai Rp2.000–yang kalau boleh jujur sebenarnya aku pikir harganya hanya seribuan itu. Aku masih tidak bisa melupakan rasa merinding yang melandaku ketika meraba saku celana dan tidak merasakan keberadaanmu.

Tapi apa daya, hubunganku dengan dompet nyatanya selayak Achilles dan tumitnya. Sebab itu bukan terakhir kalinya fenomena dompet jatoh menimpaku. Tidak sampai sebulan setelah kehilanganmu, aku tidak sengaja menjatuhkan Dompet Hitam Yang Aku Juga Lupa Mereknya. Ya, tadinya ia adalah penggantimu yang seharusnya aku jaga dengan hati-hati. Namun, luka itu masih basah dan aku malah mencabiknya lagi — alias, dompetnya ilang lagi.

Dompet Hitam Yang Aku Juga Lupa Mereknya, aku bahkan tidak tahu di mana kamu terjatuh. Spekulasi terbaikku adalah sepanjang Jalan Laksda Adisucipto, selepas pulang dari Lippo Plaza Jogja. Dan aku telah benar-benar mencoba mencarimu, Dompet Hitam Yang Aku Juga Lupa Mereknya. Saat malam, satu hari setelah menghilangnya dirimu, aku bersama tujuh relawan lainnya–kelompok mahasiswa yang sedang magang bersamaku di Jogja–telah berupaya menelusuri tempat-tempat yang kami curigai sebagai lokasimu terjatuh. Kami berdelapan bahkan mendatangi sebuah lapak nasi goreng pinggir jalan dipersenjatai dengan denyar dari ponsel masing-masing. Pasutri yang sedang berjualan itu tampak heran melihat lapaknya diperlakukan seperti TKP pembunuhan, dan akhirnya berkata, “Oh dari kemarin ndak ada hape yang ketinggalan di sini mas,” setelah kami menjelaskan maksud dari delapan lampu kilat yang menyorot gerobak nasgornya.

Dan aku menyesal. Mengapa STNK motorku harus bersamamu saat itu, Dompet Hitam Yang Aku Juga Lupa Mereknya? Kamu pasti tidak tahu betapa repotnya mengurus STNK yang hilang di negeri ini (jujur, aku tidak tahu bagaimana cara mengurus STNK hilang di negara lain). Dengan berbagai kehilangan ini terjadi, dan sepertinya Tuhan masih belum melihat character development yang diharapkan pada diriku. Sampai-sampai kamu pun menjadi korban, Xiaomi Redmi 7 3/32GB (Garansi Resmi).

Siapakah gerangan yang kini menggenggammu? Apa dia juga sering lupa hingga meninggalkanmu di dasbor motor tanpa pengawasan? Situasi yang juga menjadi alasan kamu menghilang. Katakan, apakah orang itu telah mengganti gambar latarmu? Potret Hellboy versi komik yang telah menghiasimu sejak SMA dan tidak pernah kuganti bahkan sampai tragedi hari itu terjadi.

Xiaomi Redmi 7 3/32GB (Garansi Resmi), aku tahu aku berulang kali mengutukmu karena performamu yang kian menyebalkan. Aku tahu kalau kamu juga tahu bahwa panggilan “Tahan Banting” yang sering kulekatkan padamu hanyalah alasan, sebab seringnya aku menjatuhkanmu karena ceroboh. Semoga tangan baru yang kini menggenggammu bisa lebih baik dalam memperlakukanmu selayaknya ponsel pada umumnya. Mungkin memberikanmu kantong penyimpanan khusus ponsel yang telah menganggur di daftar keinginan lokapasar hijauku sejak tahun kemarin, namun belum aku beli sampai kamu menghilang.

Jadi, di sinilah aku, menulis surat terbuka pada pukul tiga pagi di sebuah laman siber entah untuk apa, selain meratapi kepergian kalian. Jika ada sepucuk harapan pemilik baru kalian membaca ini, semoga kini mereka paham betapa berharganya kalian. Namun, terkhusus orang yang mengambil sandalku, aku harap setiap langkahmu bersamanya setara dengan kesialan tujuh turunan.